Dosen UNAIR Tanggapi Memanasnya Pertemuan Trump dan Zelensky

Dosen UNAIR Tanggapi Memanasnya Pertemuan Trump dan Zelensky

DUKUHUMKM, Surabaya- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menggelar pertemuan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada pekan lalu. Pertemuan yang digadang-gadang menjadi awal perjanjian damai Ukraina dan Rusia itu sayangnya tidak berjalan lancar seperti yang diharapkan.

Menanggapi insiden tersebut, Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga (UNAIR), Radityo Dharmaputra buka suara. Menurutnya, pertemuan itu merupakan bentuk pemerintah AS menilai cara Ukraina memenangkan hati Trump dengan menundukkan kepala dan menerima apapun yang diinginkan Trump. AS nampak ingin memaksakan perdamaian, walaupun saat ini terlihat menekan Ukraina saja.

Radityo mengatakan bahwa Zelensky sepertinya juga tidak punya opsi untuk diam, karena banyaknya pernyataan problematik dan memancing yang dikeluarkan oleh Wapres AS JD Vance. Pernyataan-pernyataan Vance itu cukup membuatnya terpojok dalam pertemuan itu. Apabila Zelensky diam, maka dia akan dilihat oleh warga Ukraina seakan menyetujui pernyataan Vance.

“Dalam pertemuan itu yang terjadi adalah kekacauan diplomatik yang membuat semua pihak dirugikan. Sikap Trump ini, walaupun membuat frustasi banyak pihak, tapi sudah bisa ditebak. Hanya memikirkan kepentingan AS, transaksional, sikapnya juga menunjukkan bahwa AS tidak peduli kepentingan bersama ataupun suara dari negara-negara kecil,” ungkapnya. 

Kerugian bagi Ukraina
Radityo mengatakan bahwa keputusan AS sesudah pertemuan itu untuk menghentikan bantuan pada Ukraina serta pernyataan-pernyataan lanjutan para pejabat AS mempengaruhi keadaan Ukraina. Keputusan itu akan membuat Ukraina makin sulit melawan Rusia, terlebih apabila negara-negara Eropa tidak bisa menggantikan peran AS dalam hal itu. 

“Zelensky tidak punya opsi dalam hal ini dan harus berusaha mendekati Trump. Terlihat dari pernyataan terakhirnya di platform X yang menunjukkan bahwa ia mencoba berbaikan kembali dan menawarkan deal mineral agar segera ditandatangani. Hanya saja, ia sekarang berusaha memberikan counter-offer melalui dukungan UK-Prancis,” ungkapnya.

Radit menambahkan bahwa posisi Ukraina memang terjepit. Namun, sebetulnya di sisi lain juga memberikan kejelasan bahwa kedepannya, sebaiknya Ukraina lebih mengandalkan Eropa dibandingkan AS. AS bukan lagi hegemon yang bisa dipercaya dalam membantu upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina.


Editor: Red

Terkait

Komentar

Terkini